Haii
guys, kali ini aku punya cerita yang bisa buat baper loh, gimana gak baper dan
gak bikin nangis coba ceritanya aja menharukan,. Baca sama-sama yuk!
“MENCINTAIMU
DALAM DIAM”

Setelah sekian lama memendam rasa
ini sekian lama, akhirnya aku melihatmu bergandengan tangan dengan teman
dekatku. Kau tahu apa yang kurasakan ? Saat temanku bercerita tentangmu dengan
wajah sumringah. Aku menelan pil pahit yang terasa menyiksa, aku tersenyum dang
mengucapkan selamat dengan ikhlas. Meski pada kenyataannya, jauh di dasar hati
aku mengerang kesakitan. Batinku runtuh bak puing-puing rumah yang terkena
angin topan. Aku nyaris tidak dapat mengenal lagi tempatku berpijak, aku masih
mendamba tapi sisi lain dari diriku merintih menahan pilu. Berharap kau bisa
jadi milikku meski tak mungkin. Aku selalu berharap kau akan melihatku yang
selalu menyendiri untuk memikirkanmu.
Masa
tiga tahun di sekolah menengah terasa cepat saat kita harus mendekati
kelulusan. Saat mengetahui kau putus dengannya, hati kecilku tersenyum masam.
Ingin merengkuhmu tapi tidak memiliki keberanian untuk itu, aku tetap memakai
topeng sebagai seorang sahabatku. Terlebih saat ini kau mantan kekasih
sahabatku, akan tidak adil rasanya jika aku menanam sebilah duri dalam hatinya.
Aku tahu dia menyayangimu meski tidak sebesar rasa sayangku padamu.
Selama
tiga bulan bergulir, kau, dan dia terapung dalam perasaan yang samar. Aku
melihatmu saat menatapnya, dan aku mengerti ada kebimbangan dan rasa sakit
disana. Aku menyaksikan betapa sahabatku masih memujamu, berusaha untuk
merengkuhmu kembali ke sisinya. Kini aku paham apa arti tatapan itu, kau
dicampakkan begitu saja oleh sahabatku sendiri. Aku menyesal atas tindakan bodohnya,
aku berpura-pura menjadi bodoh dan tidak mengetahui apapun. Hingga sebuah kabar
baik membuatku terasa melayang menuju awan, sahabat karibmu membocorkan apa
yang kau katakan padanya. “Dri, Husein cerita sama aku kalau dia suka sama
kamu,” dia memanggil penggalan namaku Indriani.
Pernyataannya
membuatku tergagap. Seluruh ototku menegang dengan darah mengalir sangat deras.
Aku merasa detak jantungku seolah mengamuk dan meminta keluar dari tempatnya.
“Masa sih ? Kamu bohong kali, jangan nyebar gosip nanti kalau Diana dengar dia
bisa marah,” aku berusaha untuk bersikap acuh, tidak ingin terbawa kabar yang
belum tentu kebenarannya. “Sumpah Dri, aku gak bohong. Husein sendiri yang
bilang gitu ke aku,” setelah mendengar perkataan itu keluar dari mulut Husein
cowok yang aku suka. Aku tersenyum dan mengucap terima kasih pada sahabat
dekatnya.
Setelah
teman dekat Husein pamit, otakku bekerja keras untuk mengambil langkah. Mendekat
dan menunjukkan sikap atau tetap diam dan menyimpan semuanya seperti sedia
kala. Aku tahu hubungan Husein dan Diana sedang gantung dalam 3 bulan terakhir,
bahkan setahuku mereka sudah putus tapi Diana bersikeras ingin kembali. Aku memutuskan
untuk menyalakan sinyal, berlari melewati taman belakang sekolah. Berharap dapat
bertemu dengannya yang terbiasa berteduh dibawah pohon apa namanya. Langkahku terhenti
seketika, aku mendengar retakan hatiku yang mulai pecah berserakan. Diana
tengah meminta Husein untuk kembali padanya, meminta orang yang ku suka selama
3 tahun untuk menjalin kasih.
Yang
aku sesalkan Husein hanya mengangguk pasrah, dia tidak berontak setelah Diana
mencampakkan dirinya begitu saja. Dengan mudahnya gadis itu menyeret Husein
untuk kembali menjalin kasih. Tanpa sadar aku berjalan mundur, tubuhku menabrak
beberapa siswi yang kebetulan lewat. Aku tidak dapat menyaksikan adegan
tersebut lebih lama lagi. Hatiku sulit untuk disatukan kembali, saat aku
melihat melewati bahuku. Husein tengah menatapku dalam pelukan Diana, kau tahu
rasanya seperti apa ? Pria yang kau sukai menyaksikan kau terluka, semetara dia
masih mendekap gadis itu dan tidak melakukan apapun. Itu terlihat sangat
mengerikan untuk kisah cinta ku yang tidak pernah berakhir mulus.
Aku
menepis semua ajakan dari anak lelaki lain, selama 3 tahun mengenakan seragam
putih abu-abu. Selama itu pula aku sudah mencintainya, pertama kali melihatnya
saat MOS, sejak saat itu hatiku sudah tertambat dan terpatri padanya. Tidak ada
jalan bagiku untuk melarikan diri. Pesonanya telah membuat pikiranku terkabut
oleh bayangannya, aku selalu berusaha bersikap wajar. Bersama Diana aku ikut
tersenyum saat dia bercerita tentang kembalinya Husein dalam pelukannya. Ini sudah
hari ke dua sejak aku melihat mereka berpelukkan di halaman belakang sekolah.
Diana
jauh lebih berseri daripada 3 bulan terakhir saat hubungan mereka bermasalah. Aku
turut bahagia untuknya, menyembunyikan rasa sakit yang menikamku seperti sebuah
belati yang ditancapkan tepat di ulu hati yang hancur. Ketika bel sekolah
berbunyi, aku dan Diana bergegas menuju kantin. Kebiasaan setiap hari yang
rutin selama 3 tahun terakhir, aku memesan semangkuk bakso dengan segelas teh
botol. Sementara Diana memilih bakso ditemani segelas es jeruk, kami makan
dengan lahap setelah di kelas tadi harus memeras otak dengan pelajaran yang
rumit.
“Diana,
aku pengen ngomong sama kamu,” Diana mendongak dan aku membeku. Aku sangat
hafal siapa pemilik suara itu, suara yang lembut dan selalumenenangkan di
setiap waktu. “Ada apa ? Kok tiba-tiba gini ?” Raut wajah Diana berubah cemas. Aku
tahu dia menangkap hal yang tidak biasa pada perangai Husein. Dengan setengah
hati aku berusaha bangkit dan bersikap untuk menjauh. Namun kata-kata Husein
membuat tubuhku diam tidak bergerak. “Mau kemana Dri ? Tetap disitu jangan
pergi!”. Seketika tubuhku terasa seperti jely, untuk pertama kalinya dia
berkata dengan tegas dan tidak terbantahkan. “Diana, maafkan aku sebelumnya. Tapi
aku gak bisa lagi bareng sama kamu, aku ingin fokus dan mengurus saudara
kembarku yang selalu terlibat masalah. Dia membuat kami pusing dengan acara
pesta malam bersama teman-temannya. Jadi aku harap kau ngerti, au lakuin ini
semua demi kebaikan aku, kamu juga kakakku,”
Husein
berpaling untuk untuk menatapku. Tatapannya melembut dengan sebuah senyuman
sedih yang terlihat samar. Dia beranajk menjauh, sementara Diana terduduk dalam
kepedihan. Aku tidak ingin menjadi pendosa karena telah bahagia saat sahabatku
menangis. “Dri, Husein tega banget sama aku. Kita baru balikan tepat dua hari
yang lalu, tapi sekarang dia mutusin aku begitu aja,” Diana mulai menangis dan
aku segera memapahkan berdiri. Tidak etis rasanya jika dia menangis dilihat
oleh teman-teman lain yang ada disana.
Semuanya
telah berubah, seragam abu-abu telah kutinggalkan. Kini saat memasuki hari baru
di Universitas, aku tersenyum pahit setiap kali mengingat hari pertama di
tempat baru. Bayangan cinta pertama yang ku pendam selama 3 tahun sulit untuk
ku singkirkan. Semuanya terlalu membekas, seperti noda yang berkarat hingga
sangat tidak mungkin untuk dibersihkan. Begitu pula dengan dia Husein. Dia telah
menanamkan bisa yang tidang mungkin hilang dari tubuhku, perpisahan saat pesta
kelulusan telah membuat hatiku remuk redam. Dia terlihat sangat serasi saat
bersama Diana, sementara saat itu aku kembali menjadi seorang pengecut hingga
saati ini. Aku tahu Husein atau siapapunn tidak pernah ada yang tahu akan isi
hatiku terhadapnya. Aku memilih jalan ini, agar tidak ada yang tersakiti. Jika aku
berusaha untuk menunjukkan perasaan, aku takut hati sahabatku akan tergores
hingga berlumuran darah. Aku menyayangi sahabatku, tapi jauh di lubuh hati ini,
aku mendambakkan mantan kekasihnya, bahkan jauh mendamba sebelum pria itu
menjalin kasih dengannya. Tidak ada yang kusesali karena 3 tahun menjadi
seorang pengecut, menjadi pecundang yang berani mencintainya dalam diam.
Setidaknya
aku tidak membuat hati siapapun terluka, cukup perasaanku yang tergerus selama
menahannya. Aku telah berikrar pada diri sendiri, saat melangkah kaki melewati
pintu tempat baru menimba ilmu. Maka aku akan berusaha untuk menghapus jejaknya
dari fikiranku. Setelah memejamkan mata untuk beberapa saat, aku perlahan
melangkah maju melewati gerbang. Tepat saat tubuhku telah meringsek ke depan,
sebuah tubuh lebih tinggi dan lebih besar membuatku tersaruk. Perlahan aku
mendongak saat ia bertanya, “Apakah kamu tidak apa-apa ?” Batinku mencelos saat
itu juga. Mulutku terbuka bersama dengan semua kenangan lama yang berhamburan. Menabrakku
tanpa ampun, menyelinap melewati celah kecil yang dapat dimasuki.
“Husein
?” Demi Tuhan aku dapat mendengar suara bergetar, dia nyata! Lebih tampan dan
mempesona, masa liburan telah mengubahkan menjadi seorang Cassanova. Dan detik
itu juga seluruh sendiri yang kumiliki menyerah. Tujuan untuk melupakannya
lenyap dalam satu kedipan mata, menghilang seperti debu yang tertiup angin. “Ayo
masuk Dri, nanti kita kena hukuman kalau masih disini.” Perkataannya menyadarkanku,
dan aku mengerang dengan semua perasaan yang sulit untuk dideskripsikan. Tuhan
membuatnya satu kampus denganku, “Oh Tuhan”.
Namun
dengan kejadian 3 tahun lalu aku harus tetap bisa untuk membuang perasaan itu,
dan memulai kehidupan yang baru, tidak terjerumus dengan masa lalu yang rumit. Menganggap
pertemuanku dengan Husein adalah takdir. Aku harus bisa melupakan perasaan itu
dan bangkit untuk masa depanyang lebih baik.
Makasih
guys udah mau baca, jangan lupa like dan komentarnya ya....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar