Kamis, 06 Desember 2018

LOVE IN SILINCE



Haii guys, kali ini aku punya cerita yang bisa buat baper loh, gimana gak baper dan gak bikin nangis coba ceritanya aja menharukan,. Baca sama-sama yuk!

“MENCINTAIMU DALAM DIAM”

Gambar terkait            Senyuman itu terus ku ukir, tidak berniat untuk menunjukkan sisi rapuh yang ku miliki. Melihatnua bahagia adalah suatu hal terindah yang ku harapkan. Bertahun mencintainya dalam diam, nyatanya tidak sedikitpun membuatku berani untuk berlayar menuju hatinya. Tidak sedikitpun aku berani untuk menyalakan tanda yang akan membuatnya menjadi tahu, melihatnya dari jarak dekat sudah cukup untuk membuat anganku terbang. Berada di dekatnya adalah sebuah kebahagiaan yang sulit untuk dijabarkan seperti apa.
            Setelah sekian lama memendam rasa ini sekian lama, akhirnya aku melihatmu bergandengan tangan dengan teman dekatku. Kau tahu apa yang kurasakan ? Saat temanku bercerita tentangmu dengan wajah sumringah. Aku menelan pil pahit yang terasa menyiksa, aku tersenyum dang mengucapkan selamat dengan ikhlas. Meski pada kenyataannya, jauh di dasar hati aku mengerang kesakitan. Batinku runtuh bak puing-puing rumah yang terkena angin topan. Aku nyaris tidak dapat mengenal lagi tempatku berpijak, aku masih mendamba tapi sisi lain dari diriku merintih menahan pilu. Berharap kau bisa jadi milikku meski tak mungkin. Aku selalu berharap kau akan melihatku yang selalu menyendiri untuk memikirkanmu.
Masa tiga tahun di sekolah menengah terasa cepat saat kita harus mendekati kelulusan. Saat mengetahui kau putus dengannya, hati kecilku tersenyum masam. Ingin merengkuhmu tapi tidak memiliki keberanian untuk itu, aku tetap memakai topeng sebagai seorang sahabatku. Terlebih saat ini kau mantan kekasih sahabatku, akan tidak adil rasanya jika aku menanam sebilah duri dalam hatinya. Aku tahu dia menyayangimu meski tidak sebesar rasa sayangku padamu.
Selama tiga bulan bergulir, kau, dan dia terapung dalam perasaan yang samar. Aku melihatmu saat menatapnya, dan aku mengerti ada kebimbangan dan rasa sakit disana. Aku menyaksikan betapa sahabatku masih memujamu, berusaha untuk merengkuhmu kembali ke sisinya. Kini aku paham apa arti tatapan itu, kau dicampakkan begitu saja oleh sahabatku sendiri. Aku menyesal atas tindakan bodohnya, aku berpura-pura menjadi bodoh dan tidak mengetahui apapun. Hingga sebuah kabar baik membuatku terasa melayang menuju awan, sahabat karibmu membocorkan apa yang kau katakan padanya. “Dri, Husein cerita sama aku kalau dia suka sama kamu,” dia memanggil penggalan namaku Indriani.
Pernyataannya membuatku tergagap. Seluruh ototku menegang dengan darah mengalir sangat deras. Aku merasa detak jantungku seolah mengamuk dan meminta keluar dari tempatnya. “Masa sih ? Kamu bohong kali, jangan nyebar gosip nanti kalau Diana dengar dia bisa marah,” aku berusaha untuk bersikap acuh, tidak ingin terbawa kabar yang belum tentu kebenarannya. “Sumpah Dri, aku gak bohong. Husein sendiri yang bilang gitu ke aku,” setelah mendengar perkataan itu keluar dari mulut Husein cowok yang aku suka. Aku tersenyum dan mengucap terima kasih pada sahabat dekatnya.
Setelah teman dekat Husein pamit, otakku bekerja keras untuk mengambil langkah. Mendekat dan menunjukkan sikap atau tetap diam dan menyimpan semuanya seperti sedia kala. Aku tahu hubungan Husein dan Diana sedang gantung dalam 3 bulan terakhir, bahkan setahuku mereka sudah putus tapi Diana bersikeras ingin kembali. Aku memutuskan untuk menyalakan sinyal, berlari melewati taman belakang sekolah. Berharap dapat bertemu dengannya yang terbiasa berteduh dibawah pohon apa namanya. Langkahku terhenti seketika, aku mendengar retakan hatiku yang mulai pecah berserakan. Diana tengah meminta Husein untuk kembali padanya, meminta orang yang ku suka selama 3 tahun untuk menjalin kasih.
Yang aku sesalkan Husein hanya mengangguk pasrah, dia tidak berontak setelah Diana mencampakkan dirinya begitu saja. Dengan mudahnya gadis itu menyeret Husein untuk kembali menjalin kasih. Tanpa sadar aku berjalan mundur, tubuhku menabrak beberapa siswi yang kebetulan lewat. Aku tidak dapat menyaksikan adegan tersebut lebih lama lagi. Hatiku sulit untuk disatukan kembali, saat aku melihat melewati bahuku. Husein tengah menatapku dalam pelukan Diana, kau tahu rasanya seperti apa ? Pria yang kau sukai menyaksikan kau terluka, semetara dia masih mendekap gadis itu dan tidak melakukan apapun. Itu terlihat sangat mengerikan untuk kisah cinta ku yang tidak pernah berakhir mulus.
Aku menepis semua ajakan dari anak lelaki lain, selama 3 tahun mengenakan seragam putih abu-abu. Selama itu pula aku sudah mencintainya, pertama kali melihatnya saat MOS, sejak saat itu hatiku sudah tertambat dan terpatri padanya. Tidak ada jalan bagiku untuk melarikan diri. Pesonanya telah membuat pikiranku terkabut oleh bayangannya, aku selalu berusaha bersikap wajar. Bersama Diana aku ikut tersenyum saat dia bercerita tentang kembalinya Husein dalam pelukannya. Ini sudah hari ke dua sejak aku melihat mereka berpelukkan di halaman belakang sekolah.
Diana jauh lebih berseri daripada 3 bulan terakhir saat hubungan mereka bermasalah. Aku turut bahagia untuknya, menyembunyikan rasa sakit yang menikamku seperti sebuah belati yang ditancapkan tepat di ulu hati yang hancur. Ketika bel sekolah berbunyi, aku dan Diana bergegas menuju kantin. Kebiasaan setiap hari yang rutin selama 3 tahun terakhir, aku memesan semangkuk bakso dengan segelas teh botol. Sementara Diana memilih bakso ditemani segelas es jeruk, kami makan dengan lahap setelah di kelas tadi harus memeras otak dengan pelajaran yang rumit.
“Diana, aku pengen ngomong sama kamu,” Diana mendongak dan aku membeku. Aku sangat hafal siapa pemilik suara itu, suara yang lembut dan selalumenenangkan di setiap waktu. “Ada apa ? Kok tiba-tiba gini ?” Raut wajah Diana berubah cemas. Aku tahu dia menangkap hal yang tidak biasa pada perangai Husein. Dengan setengah hati aku berusaha bangkit dan bersikap untuk menjauh. Namun kata-kata Husein membuat tubuhku diam tidak bergerak. “Mau kemana Dri ? Tetap disitu jangan pergi!”. Seketika tubuhku terasa seperti jely, untuk pertama kalinya dia berkata dengan tegas dan tidak terbantahkan. “Diana, maafkan aku sebelumnya. Tapi aku gak bisa lagi bareng sama kamu, aku ingin fokus dan mengurus saudara kembarku yang selalu terlibat masalah. Dia membuat kami pusing dengan acara pesta malam bersama teman-temannya. Jadi aku harap kau ngerti, au lakuin ini semua demi kebaikan aku, kamu juga kakakku,”
Husein berpaling untuk untuk menatapku. Tatapannya melembut dengan sebuah senyuman sedih yang terlihat samar. Dia beranajk menjauh, sementara Diana terduduk dalam kepedihan. Aku tidak ingin menjadi pendosa karena telah bahagia saat sahabatku menangis. “Dri, Husein tega banget sama aku. Kita baru balikan tepat dua hari yang lalu, tapi sekarang dia mutusin aku begitu aja,” Diana mulai menangis dan aku segera memapahkan berdiri. Tidak etis rasanya jika dia menangis dilihat oleh teman-teman lain yang ada disana.
Semuanya telah berubah, seragam abu-abu telah kutinggalkan. Kini saat memasuki hari baru di Universitas, aku tersenyum pahit setiap kali mengingat hari pertama di tempat baru. Bayangan cinta pertama yang ku pendam selama 3 tahun sulit untuk ku singkirkan. Semuanya terlalu membekas, seperti noda yang berkarat hingga sangat tidak mungkin untuk dibersihkan. Begitu pula dengan dia Husein. Dia telah menanamkan bisa yang tidang mungkin hilang dari tubuhku, perpisahan saat pesta kelulusan telah membuat hatiku remuk redam. Dia terlihat sangat serasi saat bersama Diana, sementara saat itu aku kembali menjadi seorang pengecut hingga saati ini. Aku tahu Husein atau siapapunn tidak pernah ada yang tahu akan isi hatiku terhadapnya. Aku memilih jalan ini, agar tidak ada yang tersakiti. Jika aku berusaha untuk menunjukkan perasaan, aku takut hati sahabatku akan tergores hingga berlumuran darah. Aku menyayangi sahabatku, tapi jauh di lubuh hati ini, aku mendambakkan mantan kekasihnya, bahkan jauh mendamba sebelum pria itu menjalin kasih dengannya. Tidak ada yang kusesali karena 3 tahun menjadi seorang pengecut, menjadi pecundang yang berani mencintainya dalam diam.
Setidaknya aku tidak membuat hati siapapun terluka, cukup perasaanku yang tergerus selama menahannya. Aku telah berikrar pada diri sendiri, saat melangkah kaki melewati pintu tempat baru menimba ilmu. Maka aku akan berusaha untuk menghapus jejaknya dari fikiranku. Setelah memejamkan mata untuk beberapa saat, aku perlahan melangkah maju melewati gerbang. Tepat saat tubuhku telah meringsek ke depan, sebuah tubuh lebih tinggi dan lebih besar membuatku tersaruk. Perlahan aku mendongak saat ia bertanya, “Apakah kamu tidak apa-apa ?” Batinku mencelos saat itu juga. Mulutku terbuka bersama dengan semua kenangan lama yang berhamburan. Menabrakku tanpa ampun, menyelinap melewati celah kecil yang dapat dimasuki.
“Husein ?” Demi Tuhan aku dapat mendengar suara bergetar, dia nyata! Lebih tampan dan mempesona, masa liburan telah mengubahkan menjadi seorang Cassanova. Dan detik itu juga seluruh sendiri yang kumiliki menyerah. Tujuan untuk melupakannya lenyap dalam satu kedipan mata, menghilang seperti debu yang tertiup angin. “Ayo masuk Dri, nanti kita kena hukuman kalau masih disini.” Perkataannya menyadarkanku, dan aku mengerang dengan semua perasaan yang sulit untuk dideskripsikan. Tuhan membuatnya satu kampus denganku, “Oh Tuhan”.
Namun dengan kejadian 3 tahun lalu aku harus tetap bisa untuk membuang perasaan itu, dan memulai kehidupan yang baru, tidak terjerumus dengan masa lalu yang rumit. Menganggap pertemuanku dengan Husein adalah takdir. Aku harus bisa melupakan perasaan itu dan bangkit untuk masa depanyang lebih baik.

Makasih guys udah mau baca, jangan lupa like dan komentarnya ya....

Tidak ada komentar: